Followers

Recent Posts

Postingan Populer

Postingan Populer

MODEL PEMBELAJARAN PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)


MODEL PEMBELAJARAN PETA PIKIRAN

Oleh: Sudomo S

 A. Pendahuluan
             Peta Pikiran adalah padan kata Bahasa Indonesia untuk dua kata Bahasa Inggris   “Mind  Mapping” . “ Mind “ menurut kamus bahasa Inggris “Oxford Advanced Learner’s Dictionary “ edisi 7, “Mind”  berarti kemampuan untuk berpikir, dan “Mapping”  berasal dari kata “Map” yang artinya memetakan pada sesuatu dengan menghubungkan kelompok materi dengan sumbernya, penyebabnya dan sebagainya.
            Peta Pikiran merupakan teknik mencatat yang sangat efektif, karena mampu melihat seluruh gambaran secara selintas dan menciptakan hubungan mental yang membantu siswa untuk memahami konsep yang dipelajari, hal ini telah dikembangkan oleh Tony Buzan sejak tahun 1970-an.
Menurut Wikimedia tersedia pada www.wikimedia.org . ( 20 Pebruari 2008), Peta Pikiran (Mind Mapping) adalah suatu diagram yang digunakan untuk menghadirkan kata-kata, ide, tugas atau lainnya yang dihubungkan dan diatur secara melingkar  dengan pusat kata kunci , ide atau gagasan. Lebih lanjut DePorter dan Hernacki (   1999    ) menyebutkan bahwa Peta Pikiran merupakan pendekatan keseluruhan otak yang membuat siswa mampu membuat catatan yang menyeluruh dalam satu halaman karena adanya kesan yang mendalam jika dilengkapi dengan citra visual dan perangkat grafis lainnya.
            Proses penyusunan Peta Pikiran ini merupakan model pembelajaran  yang baik sekali, sebab dapat merangsang bekerjanya otak kiri dan kanan secara sinergis (Hernowo, 2005), dimana catatan yang dibuat tidak hanya menggunakan teks, namun juga memanfaatkan gambar. Jika perlu, perkaya catatan dengan gambar dan warna, sebab otak senang dengan warna. Peta pikiran mencatat informasi seperti dilakukan otak, mirip cabang-cabang pohon, untuk memudahkan mengingat poin-poin utama.
            Model Pembelajaran Peta Pikiran merupakan salah satu dari model pembelajaran yang bersifat konstruktivisme. Menurut Khun (1970), dalam paradigma konstruktivisme muncul kecenderungan baru tuntutan terhadap siswa seperti perlunya berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan mengembangkan pengetahuannya sendiri. Pada mulanya, konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa “kita” merupakan merupakan hasil konstruksi “kita sendiri (Mattews 1994 dalam Pannen 2001). Pengetahuan yang diperoleh siswa sebagai akibat dari proses konstruksi secara aktif yang berlangsung secara kontinu dengan cara mengatur, menyusun dan menata ulang pengalaman yang dikaitkan dengan struktur kognitif yang dimiliki dan sedikit demi sedikit struktur kognitif tersebut dimodifikasi  dan dikembangkan. Karena pengetahuan diciptakan dalam pikiran siswa, maka pengetahuan tidak dapat semata-mata diucapkan atau ditransfer oleh guru kepada siswa ( Rahayu,2002).
            Topik yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah teori  belajar yang menjadi acuan, unsur-unsur penting, skenario pembelajaran serta contoh dari implementasi  model pembelajaran  Peta Pikiran
            Setelah membaca  materi dalam pokok bahasan diharapkan  pembaca memperoleh  wawasan model pembelajaran yang melibatkan Peta Pikiran atau Mind Mapping.

B. Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Peta Pikiran.

Dalam membahas tentang model pembelajaran Peta Pikiran,  perlu berpijak dari teori belajar yang ada. Berdasarkan teori belajar yang ada, pada akhirnya bermuara pada teori Teori Konstruktivisme.
            Teori Konstruktivisme memandang bahwa siswa dapat merespon pengalaman pancainderanya dengan mengkonstruk struktur kognitif dalam otaknya. Struktur kognitif dapat berupa keyakinan, pengertian, atau penalaran yang merupakan pengetahuan siswa (Sutrisno, 2006). Menurut pandangan ini siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, kemampuan mengoptimalkan belajar mandiri, dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga ada pergeseran peran guru, yakni dari sumber informasi, menjadi fasilitator, mediator, dan menejer dari proses pembelajaran. Akibatnya orang mulai berubah bahwa belajar itu menyangkut investigasi dan bertanya. Jadi siswa berbakat menurut teori belajar konstruktivisme adalah kreatif dan produktif. Hasil akhirnya diharapkan menjadi penemu, desainer, kreatif dalam bidang science, art, dan teknologi, serta menjadi pemimpin yang inovatif (Amir, 2006)
            John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau juga menekankan kepentingan keikutsertakan peserta didik di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Janassen et.al (1999) berpendapat proses pembelajaran berlaku berdasarkan pengalaman seseorang. Pengetahuan yang mereka peroleh itu adalah hasil  interpretasi pengalaman tersebut yang disusun dalam pikiran/otak seseorang.  Pengetahuan yang diterima para peserta didik secara formal di sekolah tidak boleh 100% (seluruhnya) dipindahkan  guru kepada peserta didik tersebut.  Dengan kata lain, guru harus berupaya untuk membina para siswa dalam upaya membentuk pengetahuan tersebut berdasarkan pengalamannya masing-masing.
Pembelajaran adalah hasil usaha peserta didik itu sendiri. Guru  tidak boleh belajar untuk peserta didik tersebut. Peserta didik tidak lagi dianggap belajar daripada apa yang diberikan oleh gurunya tetapi secara aktif membina realitas mereka sendiri dan pada masa yang sama menyesuaikan realitas tersebut berdasarkan tanggapan sendiri. Mereka akan membina pengalaman baru  berdasarkan pengalaman dan tanggapan yang lepas.  Hal ini  sesuai dengan pendapat Bruner (1999) yang menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme berdasarkan keterlibatan aktif peserta didik dalam penyelesaian masalah dan pemikiran kritikal dalam aktiviti pembelajaran.  Mereka membina pengetahuan melalui pengalaman sendiri dengan menguji idea-idea, segala informasi dan mengaplikasikannya kepada situasi baru.
Merril (1991) mengelompokkan teori konstruktivisme ini kepada beberapa bagian, yaitu:
  • Pengetahuan yang dibentuk melalui pengalaman 
  • pembelajaran adalah intepretasi seseorang terhadap lingkungan sekitarnya.
  • pembelajaran merupakan satu proses aktif yang dibina dari pengalaman seseorang
  • Konsep terhadap sesuatu pengalaman dibina dari penyatuan beberapa perspektif secara kolaboratif (konstruktivism kognitif dan  konstruktivism sosial)
  • pembelajaran dibina didalam situasi nyata.
Melalui teori konstruktivisme ini, diharapkan pengajaran guru itu dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk meramalkan secara  bebas dan terbuka segala pengetahuan setelah proses pembelajaran berlangsung. Pengajaran secara tidak langsung itu nanti dapat memberi satu pengalaman baru kepada peserta didik. Pengalaman itu  akan dikaitkan pula dengan teori kognitif di mana ia akan disimpan dalam ingatan atau memori peserta didik baik  pada jangka pendek atau ingatan jangka panjang.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan, bahwa dilihat dari perspektif estimologi yang disarankan oleh konstruktivisme, maka peran  guru akan berubah. Perubahan tersebut meliputi teknik pengajaran dan pembelajaran, penelitian, dan pelaksanaan kurikulum pada umumnya.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah:
  • pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
  • Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
  • Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain.
  • Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya, seperti bahasa, matematika, musik dan lain-lain.
Dalam penerapan model pembelajaran Peta Pikiran , siswa bersikap kreatif dan berani dalam mengkonstruk desain, dengan menggunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan gagasan tertentu. Hal ini menciptakan kesan lebih kuat pada otak, sehingga Peta Pikiran yang dihasilkan mudah diingat dan dipahami. Selain itu imajinasi dan kreatifitas siswa dalam pengembangan Peta Pikiran tidak terbatas. Hal itu menjadikan pembuatan dan peninjauan ulang catatan lebih menyenangkan.
Dalam pembelajaran Peta Pikiran pengetahuan tidak ditransfer begitu saja, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Membuat Peta Pikiran adalah latihan yang perlu dilakukan terus menerus, untuk mengetahui informasi .

C. Model Pembelajaran Peta Pikiran 
            Peta Pikiran ( mind map) adalah salah satu teknik mencatat yang sangat efektif, karena mampu melihat seluruh gambaran secara selintas dan menciptakan hubungan mental yang membantu siswa untuk memahami konsep yang dipelajari. Teknik Peta Pikiran ini didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak yang sebenarnya. Otak manusia seringkali mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk dan perasaan.
( Sherrington dalam Tony dan  Buzan : 2004)
            Pita Pikiran ekspresi dari fungsi alami otak manusia. Sebagai ekspresi fungsi alami otak manusia, Peta Pikiran berguna untuk menyediakan kunci untuk membuka potensi otak. Peta Pikiran dapat ditingkatkan dan diperkaya dengan warna, gambar, kode dan dimensi. Penambahan ini pada gilirannya membantu kreativitas, memori dan secara khusus mengingat informasi.
Peta Pikiran  menggunakan pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang akan digunakan untuk belajar, mengorganisasikan dan merencanakan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan dengan mudah.
Untuk membuat Peta Pikiran, gunakan pulpen berwarna dan mulailah dari bagian tengah kertas. Gunakan kertas secara melebar untuk mendapatkan lebih banyak tempat, secara rinci tahapan membuat  Peta Pikiran menurut De Porter dan Henarcki (1999) dan Benyahia (2006) adalah :
1)      Menulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi atau bentuk lain.
2)      Menambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap gagasan utama. Jumlah cabang-cabangnya akan  bervariasi , tergantung dari jumlah gagasan atau segmen. Gunakan warna berbeda untuk tiap-tiap cabang.
3)      Menuliskan kata  kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan secara detail. Kata-kata kunci adalah yang menyampaikan sebuah gagasan dan memicu ingatan. Jika menggunakan singkatan, pastikan bahwa singkatan telah dikenal sehingga dapat dengan mudah mengingat artinya selama berhari-hari atau berminggu-minggu kemudian.
4)      Menambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
Menurut MindMapper dalam www.mindmaperusa.com( 20 Peb. 2008), diagram Peta Pikiran dapat digambarkan  pada gambar -1 , sedangkan  gambar -2  menunjukkan contoh lain dari model Peta Pikiran yang dicontohkan oleh JCU Study Skill pada  www.jcu.edu.au ( 20 Peb.2008)


0 komentar:

Posting Komentar